Damai yang Hilang

Monday 9 September 20131comments

Oleh: Rahmah Rahim

Panas terik matahari berhasil membuat gerah siapapun. Tapi tak sebanding dengan panasnya hati kaum Muslimin yang terdzolimi. Terutama di negeri kinanah ini. Sedari tadi, para demonstran yang berkumpul di bundaran Rabaa berlomba-lomba menjemput syahid. Gas air mata entah sudah yang keberapa kalinya di lemparkan pada mereka. Tembakan-tembakan maut dari berbagai arah tak henti-henti menghujani lautan massa. Ahh! Kegilaan apa ini? Manusia membunuh manusia. Sungguh sangat tidak manusiawi. Barisan militer yang seharusnya berbaris rapi melindungi rakyat, kali ini malah sebaliknya. Menjadi sosok yang sangat bengis. Membantai rakyatnya sendiri.
Ahmad adalah salah seorang dari ratusan ribu demonstran yang ikut memperjuangkan hak yang tengah dirampas. Ia seorang yang shalih. “Allaahuakbar… Allaahuakbar… Allaahuakbar…” Suara takbir bergemuruh. Membangkitkan semangat bagi siapa saja yang mendengarnya. Sementara itu, dibarisan paling depan satu persatu massa berjatuhan. Peluru maut menghantarkannya menjemput syahid. Ahmad melangkah maju ke depan. Dengan gagahnya ia meneriakkan takbir, “Allaahuakbar… Allaahuakbar… Allaahuakbar…” semakin bertambah semangat ia mengucapkannya, maka semakin bertambah geram pula para militer yang melihatnya. Hingga akhirnya…
Dor.. Dor…
Dua tembakan nyaris membuat dada Ahmad berlubang. “Allaahuakbar” masih sempat ia mengucapkan kalimat itu. Badannya roboh. Darah segar mengalir membasahi bajunya. Dan senyuman itu… senyum kemenangan. Ia syahid. Akan bergetar hati bagi orang yang melihatnya. Senyuman yang membuat siapapun juga ingin syahid seperti dia.
Massa yang menyaksikan kejadian itu bukannya semakin lemah dan bersedih. Dengan semangat yang berkobar-kobar mereka melanjutkan aksi tersebut. “Allaahuakbar… Allaahuakbar… Allaahuakbar…Hasbunallaahu wa ni’mal wakiil…” Militer semakin beringas. Dengan nafsu syaitonnya semakin gencar menembaki massa tanpa senjata itu. Tanpa rasa belas kasihan sama sekali.
***
Tubuh Ahmad kini telah berada di dalam masjid Rabaa. Berkumpul bersama ratusan jasad lainnya. Para perempuan, pemuda-pemuda dan anak-anak berusaha mencari jasad keluarganya. Ada tangisan yang tertahan. Ada senyuman yang diiringi air mata. Dan banyak lainnya.
“Bapaaakkk…”
Seorang bocah yang belum genap berumur lima tahun berteriak. Ia mencoba menggerakkan jasad yang ada di depannya. Jasad Ahmad. Bapak dari bocah kecil ini.
“Bapaaaakkk… Banguuunn… “
Tangisannya mengundang perhatian orang yang ada di sekitar sana. Beberapa orang mencoba menenangkannya. Tapi ia hanyalah seorang bocah. Meninggalnya bapak berarti hilangnya kasih sayang.
“Bapaaakkk… Bapaakkkk… Bapaaaakkkkkkk…”
Teriakaannya semakin kencang. Aduhai, benar-benar menyayat hati bagi sesiapa yang melihatnya. Militer, di bayar berapa engkau untuk merampas nyawa bapak seorang bocah kecil ini?
“Bapaakkk… bangunn… “
Suaranya serak, lama kelamaan parau. Ia terdiam. Hendak menangis lagi tapi stok air mata seakan telah habis. Keadaannya sudah mulai tenang. Sepertinya, nasehat beberapa orang tadi cukup ampuh. Bocah ini adalah satu gambaran dari sekian ribu anak-anak yang kehilangan bapaknya.
***  
Waktu terus berjalan. Seberapa sanggup si bocah menangis dan bersedih hati, tetap tak akan mengembalikan bapaknya yang telah pergi. Kini ia mulai mengerti, bapak akan tenang di surga sana. Setiap kali mengingat kejadian itu, hatinya sakit. Bahkan terlebih sakit lagi ketika mengingat jasad bapaknya di bakar oleh militer itu. Ahh! Kegilaan apalagi ini? Benar-benar sangat biadab.
Sorot matanya tepat menghadap segerombolan militer. Bersandangkan perlengkapan pistol. Benci. Ya, sorot mata kebencian terpancar dari wajah bocah kecil itu. Ia benci kebiadaban ini. Benci akan tindakan yang tidak manusiawi ini. Dan sekali lagi, ia hanyalah bocah kecil yang belum genap berumur lima tahun. Tapi kejadian itu, menggoreskan pemahaman yang sangat dalam dirinya.


Share this article :

+ comments + 1 comments

9 September 2013 at 15:26

Menghanyutkan...

Post a Comment

 
Support : el-Azizy | Forsilam Mesir | Blog
Copyright © 2011. Forsilam Mesir - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Amar
Proudly powered by Blogger